Malaikat kecil yang kehilangan dua sayapnya..

Semua orang tentu memiliki cerita hidup masing-masing, karena setiap orang tidak mungkin menjalani kehidupan dengan cara yang sama. Mungkin itulah mengapa kita diminta untuk selalu bersyukur in every part of our life dan setidaknya berusaha untuk bersikap tidak selalu mengeluh dalam menghadapi kehidupan ini.

Selama satu bulan menjalani KKN di desa dekat kaki gunung kawi yang sangat jauh dari perkotaan, aku yang sadar akan diriku yang tak pandai untuk cepat berdaptasi pada lingkungan baru pada awalnya merasa kesulitan, namun setelah satu bulan aku lalui, aku sadar bahwa banyak sekali pengalaman dan pelajaran yang aku dapatkan selama berada disana
salah satunya, aku bertemu dengan seorang anak laki-laki berumur sepuluh tahun..
nama malaikat kecil ini adalah Geril.
dan izinkan aku menceritakan sepenggal cerita kehidupan geril selama ini..

Awal pertemuan kami adalah ketika aku memberikan penyuluhan mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di salah satu sekolah dasar yang tak jauh dari tempat penginapanku selama berada disana, pertama kali aku melihat geril ini, aku seperti merasakan ada sesuatu yang menarik diriku untuk lebih dekat dengannya, tapi aku tidak bisa menjelaskan jenis perasaan apa itu.
Geril yang disebelah kanan-ku, foto ini diambil selesai penyuluhan PHBS

Geril adalah anak yang sopan, periang dan manis. Sebenarnya ketika kali pertama aku bertemu, aku tidak terlalu berbicara banyak dengannya namun ketertarikanku semakin kuat ketika teman sekelasnya bercerita padaku kalau orang tua geril ini sudah sakit lama dan hanya bisa berbaring di tempat tidur saja karena lumpuh. Hanya itu sepenggal cerita yang kutahu tentangnya, namun membuatku semakin ingin mengenalnya lebih dekat.
Ketika penyuluhan usai aku mengira tidak akan bertemu lagi dengannya dan mungkin dia juga akan lupa denganku (meskipun aku sudah memintanya untuk mengingat namaku).
Namun ternyata aku kembali dipertemukan lagi dengannya kala dia mengikuti lomba 17 Agustus, waktu itu dia mengayuh sepedanya dan memanggilku dari kejauhan, "aku senang karena dia masih mengingat namaku" dan di akhir perlombaan, beruntungnya dia menjadi pemenang dalam salah satu dari beberapa perlombaan yang ada, aku tahu saat itu dia sangat berjuang keras untuk menang. Begitu namanya dipanggil sebagai juara satu, seketika dia langsung berteriak dan berlari ke sembarang arah untuk meluapkan perasaan bahagia dalam hatinya.
Melihatnya tertawa bahagia aku merasa bahwa dia sedang berusaha menghibur diri atau beristirahat sejenak dari kehidupannya yang teramat pelik, kenyataan bahwa dia menjadi korban dalam permainan drama dunia yang bahkan belum dia sadari di umurnya yang masih belia.

Sampai tiba hari terakhir dalam satu bulanku di desa itu, kami mengadakan semacam acara penutupan pisah kenang bersama Kepala dusun setempat dan perangkat desa lainnya sekaligus menjadi satu rangkaian acara dengan pembagian hadiah semua lomba yang telah usai, ketika aku kembali dari basecamp setelah selesai menata beberapa perlengkapan dan dekorasi di balai dusun tempat acara akan berlangsung, suasana sudah cukup ramai ada beberapa orang yang sedang berjalan memasuki balai dan yang lain masih memarkir motor mereka atau masih berdiri di halaman depan balai yang gelap karena penerangan yang minim, suasananya sangat kental akan pedesaan dan kebudayaan desa disana masih sangat lestari, aku merasakan kehangatan yang luar biasa bersama masyarakat desa disana yang tak bisa kurasakan dibandingkan ketika berada di tengah kota bersama tumpukan lembar kertas revisi dan sekotak kopi good day yang bikin mual lambungku yang sensitif kafein.
Ditengah kegelapan di depan balai itu tiba tiba sebuah tangan kecil meraih lenganku dan sebuah suara kemudian memecahkan bunyi keramaian memanggil namaku dan membuatku akhirnya tertuju pada pemilik suara itu, kulihat dia anak kecil  memakai jaket merah dan celana training hijau, dan senyum tawa di wajahnya yang selalu dia bawa seperti biasanya, aku bertemu dengan malaikat kecil itu lagi.

Dia memanggil namaku sekali lagi, mungkin memastikan bahwa dia tidak salah mengenali aku dari teman-temanku yang lain, aku bertanya mengapa dia berdiri sendirian, dia menjawab teman-temannya tidak ikut datang jadi kusimpulkan bahwa dia datang seorang diri dari rumahnya yang setelah kutanya jaraknya cukup jauh dari balai dusun, aku mengajaknya untuk masuk yang akhirnya dia 'iya'kan setelah ajakanku ditolaknya beberapa kali.

Aku sangat senang bisa bertemu dengannya lagi, dia duduk disampingku dan hanya diam menatap kedepan panggung sambil mengayunkan kedua kakinya, dan sesekali mengigit ujung tali jaketnya. Aku bertanya beberapa hal padanya sekedar memuaskan rasa penasaranku namun tak lama dia akhirnya bercerita banyak tentang kehidupannya dan aku sangat beruntung bisa menjadi salah satu tempatnya berbagi kisah hidupnya selama ini.
Alasan mengapa dia datang seorang diri instead bersama orang tuanya seperti temannya yang lain karena dia saat ini tidak tinggal bersama mereka, dia hanya tinggal bersama nenek dan bibinya, dan setelah dia bercerita akhirnya aku tahu bahwa neneknya lah yang selama ini sakit dan hanya bisa berbaring saja, dia bilang neneknya sudah lama sakit dan katanya dapat kiriman dari orang, di punggung neneknya ada luka yang sangat besar katanya dan di lehernya ada semacam benjolan, dari ceritanya aku pikir si nenek terkena stroke yang membuatnya lumpuh sehingga hanya bisa berbaring lama dan akhirnya muncul ulcus decubitus di punggungnya.
Kedua orang tuanya sudah lama bercerai, dan ayah kandungnya yang seorang kuli bangunan menikah lagi dengan ibu tirinya, sedangkan ibu kandungnya saat ini tinggal di bali dengan adiknya dan berjualan baju-baju bali. Setelah ditanya, kapan terakhir bertemu kedua orang tuanya, dia jawab kalau mereka jarang pulang bertemu dengannya hanya sekali setiap bulan puasa.
Dia kemudian lanjut bercerita, ayah kandungnya pernah pulang mebawa ibu tirinya, dia berkata kalau dirinya sangat rindu ayahnya jadi dia minta buat tidur bersama sang ayah tapi ibu tirinya melarangnya karena tidak mau tidur terlalu sempit akhirnya dia tidur sendirian, lalu dia menangis mengingat ibu kandungnya.

Air mata yang semula terjebak di sudut bawah mataku akhirnya berhasil lolos keluar, kisahnya sungguh membuatku terenyuh di tengah keramaian acara penutupan malam itu.
Aku sebenarnya bukan pertama kali mendengar kisah orang-orang yang menjadi korban perceraian orang tuanya, tapi bagaimana anak kecil ini berusaha untuk tetap ceria disaat kedua orang tuanya tidak ada bersamanya membuatku menertawai diriku yang lembek ini, yang sering kali mengeluh dan payah dalam banyak hal. Aku malu karena dia yang kecil ini ternyata lebih kuat dariku, di usianya sekarang dia sudah melewati banyak hal sulit namun tetap menjadi anak periang.

Kebersamaan memang tidak bisa dipaksakan, jika memang sudah tidak lagi merasa cocok dan sejalan, sah-sah saja bila memutuskan untuk bercerai karena bijak untuk tahu kapan harus berpisah daripada tetap bersama tetapi tidak berujung baik pada kedua belah pihak dan semakin membuat banyak luka baru, namun menurutku egois bila hanya mementingkan perasaan masing-masing dan mengabaikan perasaan anak mereka, ujung-ujungnya yang menjadi korban adalah anaknya seperti geril ini. Di usianya saat ini seharusnya dia mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya dan bukan terabaikan seperti sekarang.

Ketika ditanya apa cita-citanya, jawabannya gak muluk-muluk dia ingin menjadi kuli bangunan seperti ayahnya, air mataku lagi-lagi tidak dapat dibendung.
Apa yang salah dari jawabannya? Gak ada, gak ada yang salah.
Semua pekerjaan itu baik, aku tidak meremehkan pekerjaan tertentu, tidak ada yang salah dengan menjadi kuli bangunan hanya saja yang salah menurutku karena keegoisan kedua orang tuanya membuat geril berhenti untuk bermimpi lebih tinggi, dengan kehidupannya yang ditinggal kedua orang tuanya membuatnya menyerah untuk berjuang menggapai keinginannya dan membuat kepercayaan dirinya hilang menganggap bahwa dengan keadaan seperti dia sekarang tidak akan bisa menjadi seperti apa yang dimimpikan anak-anak yang lain.

Di akhir obrolan kami, aku berkata bahwa senang bisa bertemu dan mendengar cerita hidupnya, setelah dia menerima hadiahnya sebagai juara, dia pamit pulang karena sudah hampir tengah malam saat itu.

Geril, sampai ketemu lagi ya semoga kau masih mengingatku jadi anak yang baik kelak, dan bermimpilah setinggi mungkin.
Semoga nenekmu diberi kesembuhan dan kamu bisa bertemu dengan orang tuamu lagi.
Kak Ghina sayang geril! <3

Akhirnya acara penutupan malam itu usai menutup waktu satu bulanku di desa itu,
Terimakasih kebobang untuk langit malamnya yang cerah penuh bintang, udara dan airnya yang super dingin, hutan pinus dan pemandangan gunung kawi yang indah luar biasa meski dilihat dari kejauhan, aku rinduu!


Komentar

Popular Posts